Mengulas Cerpen “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata
Cermelang” Karya A.Mustofa Bisri
Cerpen
karya A. Mustofa Bisri yang berjudul “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata
Cermelang” menceritakan tentang seorang pemuda yang melihat gadis cilik beralis
tebal berdiri sendirian di peron dari jendela kereta api yang ditumpanginya. Menurut
saya, cerpen ini menarik untuk dibaca. Karena memiliki kesan tersediri untuk
pembacanya. Jika kita membacanya kita akan merasakan penasaran tentang cerita
selanjutnya. Dan dibuat penasaran oleh gadis kecil yang tak lepas pandangannya
dari pemuda tersebut. Karena wajahnya yang manis tidak mengekspresikan apa-apa.
Ada kalimat atau paragraf yang membuat saya
berfikir bahwa gadis kecil tersebut bukanlah orang, melainkan makhluk lain,
yaitu pada kutipan “Sampai keretaku berangkat, wajah gadis kecil beralis tebal
bermata cermelang itu masih memandangiku. Anak siapa gerangan? Mengapa
sendirian di stasiu? Bukan. Menilik pakaian dan sikapnya mantap. Dan matanya itu, mata cermelang itu, meski
tidak memancarkan kegembiraan, tidak menyiratkan sedikit pun penderitaan atau
sekadar kegelisahan seperti umumnya kebanyakan mata anak glandangan.”. Entah
mengapa saya bisa terbayang seperti itu. Mustofa membuat saya penasaran tentang
gadis kecil tersebut. Karena aneh saja, bagaimana seorang gadis kecil memandang
seorang pemuda tanpa berhenti dan sampai keretanya berangkat pun gadis itu
masih memandangi pemuda tersebut.
Cerpen Mustofa ini menampilkan
realita seorang sopir taksi yang suka memutar-mutar jalan ketika penumpang yang
diantarnya tidak tahu jalan. Hal itu dilakukan agar argo atau biaya antarnya
tinggi. Cerpen Mustofa ini juga tidak terlalu terbuka. Karena pada penyebutan
nama stasiun, ia hanya menggunakan inisialnya saja tidak nama stasiun aslinya.
Setelah membacanya lebih jauh lagi. Mustofa
menggambarkan seorang kawan yang sudah lama tidak bertemu tetapi masih berteman
akrab. Dan mengajarkan kepada kita, bahwa janji itu harus ditepati seperti yang
dilakukan tokoh aku kepada temannya Sahlan. Sahlah pun menyambut tokoh aku dan
melayaninya dengan baik, seperti pada kutipan “Sebentar-sebentar masuk lalu
keluar lagi dan setiap keluar ada saja yang dibawanya : ya minuman, kue-kue,
rokok. Terakhir dia bawa peralatan mandi. “Mandi dulu apa? Tanyanya kemudian
dijawab sendiri. “Ya, sebaiknya kamu mandi dulu biar segar.” Aku nurut. Mustofa
sangat menampilkan realitas sosial yang terjadi disekitar kita dan tidak asing
untuk pembacanya.
Setelah membacanya lebih dalam lagi, saya dibuat
penasaran lagi ketika tokoh aku bertemu seorang perempuan yang menatap tokoh
aku. Alisnya tebal, matanya cermelang, dan senyumnya manis sekali; persis
seperti yang dimiliki gadis kecil yang menatap tokoh aku di stasiun. Saya
berfikir dan mengira-ira bahwa perempuan itu adalah gadis kecil yang dijumpai
tokoh aku di stasiun. Tetapi saya berfikir lagi ketika saya membaca pada
kutipan “Tak mungkin perempuan ini ibu dari gadis cilik itu. Terlalu muda sebagai
ibu. Atau kakaknya?”. Anehnya lagi,
perempuan tersebut tak pernah mengucapkan kata sedikitpun. Ia hanya memberi
isyarat dengan mata dan senyumnya. Dan ternyata perempuan beralis tebal
tersebut, matanya cemerlang, dan senyumnya yang manis itu adalah istrinya
Sahlah, kawan dari tokoh aku.
Sahlan pun menyeritakan
kepada tokoh aku tentang awal pertemuannya dengan Shakila istrinya itu. Aanehnya
awal peretemuannya sama seperti tokoh aku yang melihat seorang gadis kecil
beralis tebal bermata cermelang dari jendela kereta. Dari cerita tokoh Sahlan itu,
saya berfikir. Apakah nantinya tokoh aku akan mengalami kejadiaan atau
peristiwa yang sama seperti Sahlah. Dan ia akan bertemu lagi dengan gadis kecil
beralis tebal bermata cermelang yang pernah ia temui di stasiun S. Entahlah, saya hanya
bisa menabak. Cerita aslinya atau kelanjutann ceritanya hanya Mustofa yang
tahu.
Dari cerpen ini mengajarkan
kepada kita bahwa pertemuan kita dengan seseorang itu kita tak pernah tau
apakah itu hanya kebetulan saja ataukah takdir yang sudah digariskan Tuhan itu
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar