Senin, 02 April 2018

Ulasan Cerpen “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cermelang” Karya A.Mustofa Bisri


Mengulas Cerpen “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cermelang” Karya A.Mustofa Bisri


           Cerpen karya A. Mustofa Bisri yang berjudul “Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cermelang” menceritakan tentang seorang pemuda yang melihat gadis cilik beralis tebal berdiri sendirian di peron dari jendela kereta api yang ditumpanginya. Menurut saya, cerpen ini menarik untuk dibaca. Karena memiliki kesan tersediri untuk pembacanya. Jika kita membacanya kita akan merasakan penasaran tentang cerita selanjutnya. Dan dibuat penasaran oleh gadis kecil yang tak lepas pandangannya dari pemuda tersebut. Karena wajahnya yang manis tidak mengekspresikan apa-apa.
                     Ada kalimat atau paragraf yang membuat saya berfikir bahwa gadis kecil tersebut bukanlah orang, melainkan makhluk lain, yaitu pada kutipan “Sampai keretaku berangkat, wajah gadis kecil beralis tebal bermata cermelang itu masih memandangiku. Anak siapa gerangan? Mengapa sendirian di stasiu? Bukan. Menilik pakaian dan sikapnya mantap.  Dan matanya itu, mata cermelang itu, meski tidak memancarkan kegembiraan, tidak menyiratkan sedikit pun penderitaan atau sekadar kegelisahan seperti umumnya kebanyakan mata anak glandangan.”. Entah mengapa saya bisa terbayang seperti itu. Mustofa membuat saya penasaran tentang gadis kecil tersebut. Karena aneh saja, bagaimana seorang gadis kecil memandang seorang pemuda tanpa berhenti dan sampai keretanya berangkat pun gadis itu masih memandangi pemuda tersebut.
                      Cerpen Mustofa ini menampilkan realita seorang sopir taksi yang suka memutar-mutar jalan ketika penumpang yang diantarnya tidak tahu jalan. Hal itu dilakukan agar argo atau biaya antarnya tinggi. Cerpen Mustofa ini juga tidak terlalu terbuka. Karena pada penyebutan nama stasiun, ia hanya menggunakan inisialnya saja tidak nama stasiun aslinya.
                     Setelah membacanya lebih jauh lagi. Mustofa menggambarkan seorang kawan yang sudah lama tidak bertemu tetapi masih berteman akrab. Dan mengajarkan kepada kita, bahwa janji itu harus ditepati seperti yang dilakukan tokoh aku kepada temannya Sahlan. Sahlah pun menyambut tokoh aku dan melayaninya dengan baik, seperti pada kutipan “Sebentar-sebentar masuk lalu keluar lagi dan setiap keluar ada saja yang dibawanya : ya minuman, kue-kue, rokok. Terakhir dia bawa peralatan mandi. “Mandi dulu apa? Tanyanya kemudian dijawab sendiri. “Ya, sebaiknya kamu mandi dulu biar segar.” Aku nurut. Mustofa sangat menampilkan realitas sosial yang terjadi disekitar kita dan tidak asing untuk pembacanya.
                     Setelah membacanya lebih dalam lagi, saya dibuat penasaran lagi ketika tokoh aku bertemu seorang perempuan yang menatap tokoh aku. Alisnya tebal, matanya cermelang, dan senyumnya manis sekali; persis seperti yang dimiliki gadis kecil yang menatap tokoh aku di stasiun. Saya berfikir dan mengira-ira bahwa perempuan itu adalah gadis kecil yang dijumpai tokoh aku di stasiun. Tetapi saya berfikir lagi ketika saya membaca pada kutipan “Tak mungkin perempuan ini ibu dari gadis cilik itu. Terlalu muda sebagai ibu. Atau kakaknya?”. Anehnya lagi, perempuan tersebut tak pernah mengucapkan kata sedikitpun. Ia hanya memberi isyarat dengan mata dan senyumnya. Dan ternyata perempuan beralis tebal tersebut, matanya cemerlang, dan senyumnya yang manis itu adalah istrinya Sahlah, kawan dari tokoh aku.
                     Sahlan pun menyeritakan kepada tokoh aku tentang awal pertemuannya dengan Shakila istrinya itu. Aanehnya awal peretemuannya sama seperti tokoh aku yang melihat seorang gadis kecil beralis tebal bermata cermelang dari jendela kereta. Dari cerita tokoh Sahlan itu, saya berfikir. Apakah nantinya tokoh aku akan mengalami kejadiaan atau peristiwa yang sama seperti Sahlah. Dan ia akan bertemu lagi dengan gadis kecil beralis tebal bermata cermelang yang pernah ia temui di stasiun S. Entahlah, saya hanya bisa menabak. Cerita aslinya atau kelanjutann ceritanya hanya Mustofa yang tahu.
                     Dari cerpen ini mengajarkan kepada kita bahwa pertemuan kita dengan seseorang itu kita tak pernah tau apakah itu hanya kebetulan saja ataukah takdir yang sudah digariskan Tuhan itu kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar